• sales@alatuji.com

     

  • 021 8690 6777
    021 8690 6770
  • 0812 9595 7914 (Mr. Parmin)
    0813 1066 1358 (Ms. Eki)
  • 0819 4401 4959 (Mr. Arya)
    0812 1171 0829 (Ms. Rara)
    0812 8333 5497 (Mr. Muslim)

Kebijakan Pemerintah Mengenai Lahan Gambut

Selasa, 2 Juli 2024

Kebijakan pemerintah mengenai lahan gambut mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut pada penghujung tahun lalu menuai kontroversi. Pasalnya, kebijakan yang mengharuskan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter herus dikembalikan ke fungsi lindung alias dihutankan kembali sulit diterapkan. Pasalnya, sudah ada banyak perkebunan kelapa sawit milik petani dan juga korporasi yang memiliki lahan gambut dengan kedalaman di atas tiga meter.

 

Beleid ini juga memuat soal pembatasan muka air tanah sebesar 0,4 meter untuk tanaman uang dibarap di lahan gambut menuai protes keras. Pasalnya, bila di lahan gambut haru memiliki 0,4 meter permukaan air, maka tanaman sawit dan kayu akasia misalnya sulit tumbuh karena akarnya sudah tergenang oleh air. Kondisi ini menjadi dilema bagi para pertani dan pelaku usaha.

 

 

Basuki Sumawinata pakar tanah dan gambut IPB mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang menetapkan batas muka air gambut paling rendah 0,4 meter dari permukaan gambut berpotensi mematikan kegiatan budidaya tanaman unggulan seperti tanaman kayu akasia dan kelapa sawit. Menurutnya, kalau pembatasan ini dijalankan, maka setiap pengelola tanah di gambut harus membuat ketersedian air di lahan mereka sekitar 0,1-0,2 meter karena untuk mengantisipasi musim kemarau.

 

Dengan kondisi seperti itu, maka tanaman seperti sawit dan pohon akasia sulit ditanam lagi di lahan gambut karena akarnya yang dalam. Padahal maksud dari pemerintah sebenarnya memiliki maksut untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan. Pasalnya, tidak ada jaminan ketika gambut itu basah maka tidak terjadi kebakaran. Sebab yang kerap selama ini terbakar adalah ranting kayu yang tumbuh di alat lahan gambut.

 

Kemudian kebijakan pemerintah yang mengharuskan lahan gambut yang lebih dari tiga meter harus kembali menjadi hutan, maka darah Riau yang paling menderita. Sebab di Riau ada lebih dari 3 juta hektare (ha) lahan gambut yang sudah digunakan dan lebih dari 70% kedalam lahan gambutnya lebih dari tiga meter.

 

Bagi pengusaha dan para petani cara untuk memantau ketinggian air pada lahan gambut agar tidak terjadi kebakaran pada musim kemarau adalah dengan menggunakan water level. Water level adalah alat yang digunakan untuk mengukur ketinggian level air pada tanah baik kering ataupun lahan gambut. Lahan gambut menjadi solusi bagi peraturan di Indonesia sebab dapat memantau ketinggian air




Produk Terkait dengan artikel Kebijakan Pemerintah Mengenai Lahan Gambut


 


NEWSLETTER

 

TESTIMONIALS

B2TKS

B2TKS
Sangat jarang perusahaan seperti ini di Indonesia!  Mereka terus-menerus mengikuti perkembangan inovasi engineering test & measurement, “nyambung” berdiskusi teknis dan berpengalaman, memiliki visi pengembangan teknologi pengukuran, pengujian, inspeksi dan monitoring.(Dr.-Ing. Ir. May Isnan - NDT Specialist B2TKS-BPPT)

Chevron

Chevron
Tim kerja Alat Uji dapat diandalkan. Sangat bagus dalam implementasi di lapangan. Secara umum kami puas dengan services nya!(Andre - HSE Chevron)

BPPT

BPPT
Saya baru sekali ini bertemu perusahaan engineering yang eksis seperti ini di Indonesia.  Sangat terbantu dengan solusi yang diberikan, sangat memuaskan!(Muksin Saleh, ST., MT - Fuel Conversion and Pollution Control Specialist, B2TE - BPPT)

BALITBANG

BALITBANG
Sistem monitoring yang disuplai oleh Alat Uji adalah yang tertinggi ratingnya sampai dengan saat ini dibandingkan sistem lain yang pernah kami miliki, Dengan sistem monitoring dari Alat Uji, Pengujian kami jadi lebih terkontrol karena ada visualisasi di sistemnya. (Gatot Sukmara - Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum)

 
Alat Uji Alat Uji Alat Uji Alat Uji Alat Uji Alat Uji